Langsung ke konten utama

Al-Fatihah, ayat 1


Tafsir basmalah dan hukum-hukumnya

Tafsir Ibnu Kasir. Di dalam kitab Sunan Abu daud dengan sanad yang sahih dari Ibnu Abbas r.a. disebutkan bahwa Rasulullah Saw. dahulu belum mengetahui pemisah di antara surat-surat sebelum diturunkan kepadanya : Bismillahir rahmanir rahim (Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang)

Di dalam Sahih Bukhori disebutkan melalui Anas ibnu Malik bahwa ia pernah ditanya mengenai bacaan yang dilakukan oleh Nabi Saw., maka ia menjawab bahwa bacaan Nabi Saw panjang, beliau membaca Bismillahir rahmanir rahim dengan bacaan panjang pada bismillah dan Ar-Rahman serta Ar-Rahim (Dengan kata lain, beliau Saw mengeraskan bacaan basmalahnya)

Di dalam kitab Sahihain yang menjadi dalil mereka disebutkan melalui Anas ibnu Malik yang mengatakan :
"Aku salat di belakang Nabi Saw., Abu Bakar, Umar, dan Usman. Mereka membuka (bacaannya) dengan alhamdu lillahi rabbil 'alamina."

Menurut riwayat Imam Muslim, mereka tidak mengucapkan Bismillahir rahmanir rahim, baik pada permulaan ataupun pada akhir bacaannya. Hal yang sama disebutkan pula dalam kitab-kitab Sunan melalui Abdullah ibnu Mugaffal r.a. Demikianlah dalil-dalil yang dijadikan pegangan oleh para imam dalam masalah ini , semuanya berdekatan, karena pada kesimpulannya mereka sangat sepakat bahwa salat orang yang mengeraskan bacaan basmalah dan yang memelakannya adalah sah

Keutamaan basmalah

Imam Abu Muhammad Abdur rahman ibnu Abu Hatim mengatakan di dalam kitab Tafsir-nya bahwa telah menceritakan kepada kami ayahku...,dari ibnu Abbas, bahwa Usman bertanya kepada Rasulullah Saw tentang basmalah. Beliau menjawab "Basmalah merupakan salah satu dari nama-nama Allah; antara dia dan asma Allahu Akbar jaraknya tiada lain hanyalah seperti antara bagian hitam dari bola mata dan bagian putihnya karena saking dekatnya"

Ibnu Murdawaih meriwayatkan...dari Abu Buraidah, dari ayahnya bahwa rasulullah Saw bersabda : "Telah diturunkan kepadaku suatu ayat yang belum pernah diturunkan kepada seorang nabi pun selain Sulaiman ibnu Daud dan aku sendiri, yaitu bismillahir rahmanir rahim
(Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang)"

Waki' mengatakan...,dari Ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa barang siapa yang ingin diselamatkan oleh Allah dari Malaikat Zabaniyah yang jumlahnya sembilan belas (Zabaniyah adalah juru penyiksa neraka), hendaklah ia membaca "Bismillahir rahmanir rahim (Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang)" Allah akan menjadikan sebuah surga baginya pada setiap huruf dari basmalah untuk menggantikan setiap Malaikat Zabaniah. Hal ini diketengahkan oleh Ibnu Atiyyah dan Al-Qurtubi, diperkuat dan didukung oleh Ibnu Atiyyah dengan sebuah hadis yang mengatakan , "Sesungguhnya aku melihat lebih dari tiga puluh malaikat berebutan (mencatat) perkataan seseorang lelaki yang mengucapkan , "Rabbana walakal hamdu hamdan kasiran tayyiban mubarokan fihi" mengingat jumlah semua hurufnya ada sembilan belas dan dalil-dalil lainya.

Imam Ahmad ibnu Hambal di dalam kitab Musnad-nya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far...dari Abu Tamim yang menceritakan hadis dari orang yang pernah membonceng Nabi Saw. Si pembonceng menceritakan: "Unta kendaraan Nabi Saw. terperosok, maka aku mengatakan "Celakalah setan" Maka Nabi Saw bersabda "Janganlah kamu katakan'Celakalah setan' karena sesungguhnya jika kamu katakan demikian, maka ia makin membesar; lalu mengatakan,'Dengan kekuatanku niscaya aku dapat mengalahkannya,' Tetapi jika kamu katakan ,'Dengan nama Allah,' niscaya si setan makin mengecil hingga bentuknya menjadi sebesar lalat."

Membaca basmalah disunatkan pada permulaan khotbah, berdasarkan sebuah hadis yang mengatakan: "Setiap perkara yang tidak dimulai dengan bacaan bismillahir rahmanir rahim (Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang), maka perkara itu kurang sempurna"

Disunatkan membaca basmalah di saat hendak makan, seperti apa yang disebutkan dalam hadis sahih Muslim yang menyebutkan bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda kepada anak tirinya , yaitu Umar ibnu Abu Salamah: "Ucapkanlah bismillah, dan makanlah dengan tangan kananmu serta makanlah makanan yang dekat denganmu"

Disunatkan pula membaca basmallah di saat hendak melakukan sanggama, seperti yang disebutkan dalam hadis Sahihain melalui Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: "Seandainya seseorang di antara kalian hendak mendatangi istrinya, lalu ia mengucapkan, 'Dengan menyebut asma Allah. Ya Allah, jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan dari anak yang Engkau rezekikan (anugerahkan) kepada kami,' karena sesungguhnya jika ditakdirkan terlahirkan anak di antara keduanya, niscaya setan tidak dapat menimpakan mudarat terhadap anak itu untuk selama-lamanya."

Arrahmanir Rahim

Keduanya merupakan isim yang berakar dari bentuk masdar Ar-Rahman dengan maksud mubalagah; lafaz Ar-Rahman lebih balig (kuat) daripada lafaz Ar-Rahim

Al-Qurtubi mengatakan bahwa dalil yang menunjukan bahwa lafaz ar-rahman mempunyai asal kata yaitu sebuah hadis yang diketengahkan oleh Imam Turmuzi dan dinilai sahih olehnya melalui Abdur Rahman ibnu Auf r.a yang menceritakan bahwa dia pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda: "Allah Swt. berfirman,'Akulah Ar-Rahman (Yang Maha Pemurah), Aku telah menciptakan rahim dan aku belahkan salah satu nama-Ku buatnya. Maka barang siapa yang menghubungkannya. niscaya Aku berhubungan (dekat) dengannya; dan barang siapa yang memutuskannya, niscaya Aku putus (jauh) darinya"

Al-Qurtubi mengatakan bahwa nas hadis ini mengandung isytiqaq (pengasalan kata), maka tidak ada maknanya untuk diperselisihkan dan dipertentangkan

Abu Ali Al-Farisi mengatakan bahwa ar-rahman adalah isim yang mengandung makna umum dipakai untuk semua jenis rahmat yang khusus dimiliki oleh Allah Swt., sedangkan ar-rahim hanya dikhususkan buat orang-orang mukmin saja, seperti pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya: "Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang beriman." (Al-Ahzab: 43)

Ibnu Abbas mengatakan bahwa keduanya merupakan isim yang menunjukan makna lemah lembut, sedangkan salah satu di antaranya lebih lembut daripada yang lainnya, yakini lebih kuat makna rahmatnya daripada yang lain

Ibnu Jarir mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami As-Sirri ibnu Yahya At Tamimi, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Zufar yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Al-Azrami berkata sehubungan dengan makna ar-rahmanir rahim, "Ar-Rahman artinya Maha Pemurah kepada semua makhluk (baik yang kafir atau pun yang mukmin), sedangkan Ar Rahim Maha Penyayang kepada kaum mukmin."
Mereka (para ulama ahli tafsir) mengatakan, mengingat hal tersebut dinyatakan di dalam firman-Nya: "kemudian Dia berkuasa di atas 'Arasy, (Dia-lah) Yang Maha Pemurah." (Al-Furqan: 59)

Di dalam firman lainnya disebutkan pula: "Tuhan Yang Maha Pemurah berkuasa di atas 'Arasy" (Taha: 5)
Allah menyebutkan nama Ar-Rahman untuk diri-Nya dalam peristiwa ini agar semua makhluk memperoleh kemurahan rahmat-Nya. Dalam ayat lain Allah Swt telah berfirman: "Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang beriman" (Al-Ahzab: 43)
Maka Dia mengkhususkan nama Ar-Rahim untuk mereka. Mereka mengatakan, hal ini menunjukan bahwa lafaz ar-rahman mempunyai pengertian mubalagah dalam kasih sayang, mengingat kasih sayang bersifat umum- baik di dunia maupun di akhirat- bagi semua makhluk-Nya. Sedangkan lafaz ar-rahim dikhususkan bagi hamba-Nya yang beriman. Akan tetapi, memang di dalam sebuah doa yang ma'sur di sebut "Yang Maha Pemurah di dunia dan di akhirat, Yang Maha Penyayang di dunia dan akhirat".

Nama Ar-Rahman hanya khusus bagi Allah Swt semata, tiada selain-Nya yang berhak menyandang nama ini, sebagaimana dinyatakan di dalam firman-Nya: "Katakanlah, 'Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru. Dia mempunyai asma-ul husna (nama-nama yang terbaik)." (Al-Isra: 110)

Dalam ayat lainnya lagi Allah Swt telah berfirman: "Dan tanyakanlah kepada rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum kamu, 'Adakah Kami menentukan tuhan-tuhan untuk disembah selain Allah Yang Maha Pemurah?' (Az-Zukhruf: 45)

Ketika Musailamah Al Kazzab (si pendusta) melancarkan provokasinya, dia menamakan dirinya dengan julukan "Rahmanul Yamamah" Maka Allah mendustakannya dan membuatnya terkenal dengan julukan Al Kazzab (si pendusta); tidak sekali-kali ia disebut melainkan dengan panggilan Musailamah Al Kazzab

Sebagian ulama menduga bahwa lafaz ar-rahim lebih balig dari lafaz ar-rahman, karena lafaz ar-rahim dipakai sebagai kata penguat sifat, sedangkan suatu lafaz yang berfungsi sebagai taukid (penguat) tiada lain kecuali lafaz yang bermakna lebih kuat daripada lafaz yang dikukuhkan. Sebagai bantahannya dapat dikatakan bahwa dalam masalah ini subyeknya bukan termasuk kedalam Bab "Taukid", melainkan Bab "Na'at" (Sifat); dan apa yang mereka sebutkan tentangnya tidak wajib diakui. Berdasarkan ketentuan ini, maka lafaz ar-rahman tidak layak disandang selain Allah Swt. Karena Dialah yang pertama kali menamakan diri-Nya Ar-Rahman hingga selain-Nya tidak boleh menyandang sifat ini, sebagaimana yang telah dijelaskan di dalam firman-Nya: "Katakanlah, 'Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai asma-ul husna (nama-nama yang terbaik)." (Al-Isra: 110)

Adapun lafaz ar-rahim, maka Allah Swt. menyifati selain diri-Nya dengan sebutan ini, sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya: "Sesungguhnya telah datang kepada kalian seorang rasul dari kaum kalian sendiri, berat terasa olehnya penderitaan kalian, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagi kalian, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin." (At-Taubah: 128)

Sebagaimana Dia pun menyifatkan selain-Nya dengan sebagian dari asma-asma-Nya, seperti yang dinyatakan di dalam firman-Nya: "SesungguhnyaKami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak, mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat." (Al-Insan: 2)

Dapat disimpulkan bahwa sebagian dari asma-asma Allah ada yang dapat disandang oleh selain-Nya dan ada yang tidak boleh dijadikan nama selain-Nya, seperti lafaz Allah, Ar-Rahman, Ar-Raziq, dan Al-Khaliq serta lain-lainnya yang sejenis. Tafsir Ibnu Kasir

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tafsir Ibnu Kasir, Al Fatihah, Ayat 5

Hanya Engkaulah Yang Kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. Tafsir Ibnu Kasir .Qira-ah Sab'ah dan jumhur ulama membaca tasydid huruf ya yang ada pada iyyaka . Sedangkan Amr ibnu Fayid membacanya dengan takhfif , yakni tanpa tasydid desertai dengan kasrah , tetapi qira-ah ini dinilai syaz lagi tidak dipakai, karena iya artinya "cahaya matahari" Sebagian ulama membacanya ayyaka , sebagian yang lainnya lagi membacanya hayyaka dengan memakai ha sebagai ganti hamzah Al-'ibadah menurut istilah bahasa berasal dari makna az-zullah , artinya "mudah dan taat" , dikatakan tariqun mu'abbadun artinya "jalan yang telah dimudahkan (telah diaspal)" dan ba'irun mu'abbadun artinya "unta yang telah dijinakkan dan mudah dinaiki (tidak liar)" Sedangkan menurut istilah syara'yaitu "suatu ungkapan yang menunjukan suatu sikap sebagai hasil dari himpunan kesempurnaan rasa cinta, tunduk, dan takut" Maf'u

Tafsir Ibnu Kasir, Al Fatihah, Ayat 7

"(Yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat." Tafsir Ibnu Kasir . Dalam hadis yang lalu disebutkan apabila seseorang hamba mengucapkan "Tunjukilah kami ke jalan yang lurus..." sampai akhir surat, maka Allah Swt berfirman: "Ini untuk hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa yang dia minta." Firman Allah Swt. yang mengatakan: "Yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka" (Al-Fatihah: 7) berkedudukan menafsirkan makna siraatal mustaqim . Menurut kalangan ahli nahwu menjadi badal , dan boleh dianggap sebagai 'ataf bayan . Orang - orang yang memperoleh anugerah nikmat dari Allah Swt adalah mereka yang disebutkan di dalam surat An-Nisaa melalui firman-Nya: "Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, para sid

Tafsir Ibnu Kasir, Al-Fatihah, ayat 4

Yang Menguasai hari pembalasan Tafsir Ibnu Kasir . Sebagian ulama qira-ah membacanya maliki , sedangkan sebagian yang lain membacanya maaliki ; kedua-duanya sahih lagi mutawatir di kalangan As-Sab'ah. Lafaz maliki dengan huruf lam di- kasrah -kan, ada yang membacanya malki dan maliki . Sedangkan menurut bacaan Nafi', harakat kasrah huruf kaf dibaca isyba' hingga menjadi maliki yaumid din. Kedua bacaan tersebut (maliki dan maaliki) masing-masing mempunyai pendukungnya tersendiri ditinjau dari segi maknanya ; kedua bacaan tersebut sahih lagi baik. Sedangkan Az-Zamakhsyari lebih menguatkan bacaan maliki, mengingat bacaan inilah yang dipakai oleh ulama kedua Kota Suci (Mekah dan Madinah), dan karena firman-Nya: "Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini?" (Al-Mu-min: 16), "Dan benarlah perkataan-Nya, dan di tangan kekuasaan-Nyalah segala kekuasaan." (Al-An'am: 73) Telah diriwayatkan sebuah hadis melalui berbagai jalur periwayatan yang dikete